Tuhan sangat dekat bahkan lebih dekat dari rasa dekat. Demikian salah satu petuah bijak dari langit. Kedekatan rasa dengan Tuhan ini bisa dicapai manakala kita berjalan mentaati anjuranNya; berbuat baik, membantu yang membutuhkan, memberi manfaat pada dunia dan tidak merusak tatanan dan hukum alam semesta.
Rasa yang dekat dengan Tuhan, itulah yang sesungguhnya dicari dalam setiap pergerakan makhluk hidup, termasuk manusia. Beruntunglah kita, manusia biasa yang memiliki otak untuk berpikir tentang hakekat kedekatan ini. Makluk hidup yang lain tidak mampu melongok apa arti dan hakekat kedekatan dengan Tuhan. Bagi mereka, kedekatan sama artinya dengan hidup itu sendiri. Itu sebabnya, mereka tidak mengenal surga atau neraka dan tidak perlu diadili di akhirat.
Manusia? Ya jelas harus dekat dengan Tuhan. Apabila tidak, maka bersiaplah untuk terlempar ke dalam dunia yang tanpa petunjuk. Hidup yang tanpa arah dan tujuan yang jelas dunia dan akhirat, adalah sebuah kehidupan yang getir, pahit dan meranggas. Namun ada pula manusia yang beranggapan bahwa mendekati Tuhan sama artinya dengan menjauhi kebebasan. Kebebasan, kata mereka, adalah sebuah situasi dimana manusia bisa berkreasi mengukir hidupnya tanpa harus dibatasi oleh petunjuk dan aturan Tuhan. Sayangnya, ini akan membuat manusia terjebak dalam dogmatisme yang kaku dan buta, yang tentu saja jauh dari garis edar Tuhan.
Sayangnya, kelompok manusia yang seperti ini kurang lanjut dan panjang dalam memaknai kebebasan. Kebebasan yang sejati sesungguhnya adalah sebuah ketaatan untuk berjuang menegakkan hukum dan garis Tuhan di alam semesta. Kebebasan yang mutlak bisa dicapai bila kita berjalan di jalan yang abadi dan mutlak pula. Bila kita masih mengandalkan tapak kaki di jalan yang sementara-sementara, di terminal-terminal spiritual yang tidak sampai ke hakekat kebebasan sejati, maka kita harus bersiap untuk memasuki hidup yang gelap dan bengis.
Manusia yang dekat dengan Tuhan berarti mereka sadar bahwa hidup adalah perjalanan menuju keabadian. Boleh disebut, hidup di dunia ini hanya satu titik dari garis panjang perjalanan hidup menempuh satu planet ke planet yang jauhnya tidak bisa diukur. Berapa panjang hidup manusia sesungguhnya? Tidak ada yang mengerti kecuali Tuhan yang serba mengetahui semua rahasia.
Dekatnya kita dengan Tuhan bukanlah kedekatan yang bisa diukur dengan menggunakan penggaris. Kedekatan itu bukanlah diukur dengan satuan ukuran fisika, mili, centi, meter, kilometer dan seterusnya. Kedekatan adalah sebuah penghayatan bahwa kita ini sedang bercengkrama, selalu berkomunikasi di setiap detak jantung dan berada di “pelukan” Tuhan. Rasanya? Setiap individu akan mengalami rasa yang berbeda-beda bila dekat dengan Tuhan. Lidah kita akan mengatakan manis saat merasakan permen, namun sensasi selanjutnya dari manisnya permen tentu berbeda-beda pula komentarnya.
Bagaimana cara bila ingin dekat dengan Tuhan? Tidak ada hal yang lebih mudah untuk mendekati Tuhan. Lebih mudah dari membalik telapak tangan kita. Sebab kedekatanNya tiada berjarak dengan pengetahuan kita. Di tingkat syariat: kedekatan itu masih perlu dipikirkan. Di tingkat hakekat: kedekatan masih perlu didzikirkan. Di tingkat makrifat: kedekatan hanyalah dialami dan tidak perlu dipikirkan dan didzikirkan lagi. Aku adalah Aku!
http://wongalus.wordpress.com/2009/04/28/dekatnya-tuhan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar