Rabu, 08 Agustus 2012

PLURALISME AGAMA SEBAGAI FENOMENA SOSIAL DI INDONESIA (Analisis Sosio-Fenomenologis)

 


Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. 
Akan tetapi tidak berarti bahwa umat Islam harus mendominasi seluruh 
kehidupan keberagamaan dan kebermasyarakatan di Indonesia. Itu terbukti 
dengan adanya agama-agama lain seperti Kristen, Budha, Hindu dan  lainnya
juga tumbuh berkembang di negara kita. Bahkan kerukunan umat beragama 
sudah tercermin dalam sejarah panjang kehidupan masyarakat Indonesia. 
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai 
suku, ras dan agama tetapi meskipun demikian kita dapat hidup bersama dan 
saling menghormati. 

Ajaran keberagamaan yang senantiasa membawa kepada kedamaian, 
diharapkan menjadi motor penggerak utama dalam menciptakan kehidupan 
yang harmonis tersebut. Akan tetapi, dinamika kebermasyarakatan mengarah 
pada fenomena yang berbeda. 




Jika kita menilik beberapa kasus kekerasan atas 
nama agama di Indonesia, seakan agama mempunyai wajah yang menakutkan. 
Apa yang sebenarnya terjadi?. Mungkinkah ada kesalahan dalam menafsirkan 
ajaran (doktrin) agama yang meraka ikuti? Apa yang seharusnya kita lakukan 
untuk mengatasi permasalahan ini? 
Salah  satu  kunci dari permasalahan tersebut  adalah dengan dialog, 
karena dengan dialog kita dapat melihat dan memahami perbedaan dan 
selanjutnya mengetahui bagaimana harus bersikap dengan yang lain. Akan 
tetapi tidak segampang yang kita harapkan, karena diakui atau tidak, setiap 
agama pasti mempunyai misionarisme yang berbeda. Adanya klaim kebenaran 
yang absolut dalam sebuah agama seakan menjadi tembok Berlin dalam usaha 
ini. 


Pemahaman pluralisme disisi lain muncul dari dalam agama itu sendiri. 
Pemahaman ini mencoba untuk melihat sisi lain dari doktrin keberagamaan 
dan selanjutnya menawarkan kehidupan yang cinta damai. Dengan
penerimaan pluralisme diharapkan usaha dialog akan lebih berjalan dan akan 
meningkatkan kerukunan antar umat beragama.  


Pluralisme di  Indonesia  tidak dapat dipahami hanya dengan 
mengatakan bahwa masyarakat kita majemuk, beraneka ragam, terdiri dari 
berbagai suku dan agama, yang justru hanya menggambarkan kesan 
fragmentasi bukan pluralisme. Pluralisme juga tidak boleh dipahami sekadar 
sebagai  “kebaikan negatif”  hanya ditilik dari kegunaannya untuk 
menyingkirkan fanatisme. 


Pluralisme harus dipahami sebagai “pertalian sejati 
kebinekaaan dalam  ikatan-ikatan keadaban”. Bahkan pluralisme adalah juga 
suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia, antara lain melalui 
mekanisme pengawasan dan pengimbangan yang dihasilkannya. Dalam kitab 
suci justru disebutkan bahwa  Allah  SWT  menciptakan mekanisme 
pengawasan dan pengimbangan antara sesama manusia guna memelihara 
keutuhan bumi, dan merupakan salah satu wujud kemurahan Tuhan yang 
melimpah kepada umat manusia.


 “Seandainya Allah SWT tidak mengimbangi 
segolongan manusia dengan segolongan yang lain, maka pastilah bumi 
hancur; namun  Allah SWT  mempunyai kemurahan yang melimpah kepada 
seluruh alam.”(QS. Al-Baqarah : 251)
    
Sejak "pluralisme" dan "dialog antarumat beragama" dieksternalisasi    
oleh elit agama Kristen Protestan di dunia Barat, sejak itu wacana  tersebut 
menjadi isu  penting hingga kini, dan sejak itu pula  pluralisme dan dialog 
anatrumat beragama menjadi fenomena  social  yang menyejarah sekaligus 
fenomenal. Pluralisme dan dialog antaragama (interreligious dialogue) tak 
hanya menjadi realitas  bagi kaum Kristiani, tetapi juga umat yang lain,


sumber

http://skripsitesis4u.blogspot.com/2012/06/pluralisme-agama-sebagai-fenomena.html



Artikel Terkait:

Read more at http://lenterablogger.blogspot.com/2012/05/cara-buat-artikel-terkait-scroll-bar.html#O8DI5OjM5JsWXsFK.99

Tidak ada komentar:

Posting Komentar