Rabu, 15 Agustus 2012

POLIP NASI (POLIP HIDUNG)



Polip nasi ialah massa lunak yang bertangkai di dalam rongga hidung yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Permukaannya licin, berwarna putih keabu-abuan dan agak bening karena mengandung banyak cairan.

 Bentuknya dapat bulat atau lonjong, tunggal atau multipel, unilateral atau bilateral. Polip dapat timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia anak-anak sampai usia lanjut. Bila ada polip pada anak di bawah usia 2 tahun, harus disingkirkan kemungkinan meningokel atau meningoensefalokel.

Dulu diduga predisposisi timbulnya polip nasi ialah adanya rinitis alergi atau penyakit atopi, tetapi makin banyak penelitian yang tidak mendukung teori ini dan para ahli sampai saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih belum diketahui dengan pasti.

Histopatologi polip nasiSecara makroskopik polip merupakan massa dengan permukaan licin, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna pucat keabu-abuan, lobular, dapat tunggal atau multipel dan tidak sensitif (bila ditekan/ditusuk tidak terasa sakit). Warna polip yang pucat tersebut disebabkan oleh sedikitnya aliran darah ke polip. Bila terjadi iritasi kronis atau proses peradangan warna polip dapat berubah menjadi kemerah-merahan dan polip yang sudah menahun warnanya dapat menjadi kekuning-kuningan karena banyak mengandung jaringan ikat.



Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari tempat yang sempit di bagian atas hidung, di bagian lateral konka media dan sekitar muara sinus maksila dan sinus etmoid. Di tempat-tempat ini mukosa hidung saling berdekatan. Bila ada fasilitas pemeriksaan dengan endoskop, mungkin tempat asal tangkai polip dapat dilihat. Dari penelitian Stammberger didapati 80% polip nasi berasal dari celah antara prosesus unsinatus, konka media dan infundibulum.

Ada polip yang tumbuh ke arah belakang dan membesar di nasofaring, disebut polip koana. Polip koana kebanyakan berasal dari dalam sinus maksila dan disebut juga polip antro-koana. Menurut Stammberger polip antrokoana biasanya berasal dari kista yang terdapat pada dinding sinus maksila. Ada juga sebagian kecil polip koana yang berasal dari sinus etmoid posterior atau resesus sfenoetmoid.

Diagnosis Polip Nasi

Anamnesis

Keluhan utama penderita polip nasi ialah hidung rasa tersumbat dari yang ringan sampai berat, rinore mulai yang jernih sampai purulen, hiposmia atau anosmia. Mungkin disertai bersin-bersin, rasa nyeri pada hidung disertai sakit kepala di daerah frontal. Bila disertai infeksi sekunder mungkin didapati post nasal drip dan rinore purulen. Gejala sekunder yang dapat timbul ialah bernafas melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup.
Gejala pada saluran napas bawah didapati pada kurang lebih sepertiga kasus polip, dapat berupa batuk kronik dan mengi, terutama pada penderita polip nasi dengan asma.
Selain itu harus ditanyakan riwayat rintis alergi, asma, intoleransi terhadap aspirin dan alergi obat lainnya serta alergi makanan.

Pemeriksaan Fisik

Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat sebagai massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan

Untuk kepentingan penelitian agar hasil pemeriksaan dan pengobatan dapat dilaporkan dengan standar yang sama, Mackay dan Lund pada tahun 1997 membuat pembagian stadium polip sebagai berikut, stadium 0 : tidak ada polip, stadium 1 : polip masih terbatas di meatus medius, stadium 2: polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tapi belum memenuhi rongga hidung, stadium 3: polip yang masif.

Naso-endoskopi

Adanya fasilitas endoskop (teleskop) akan sangat membantu diagnosis kasus polip yang baru. Polip stadium 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan nasoendoskopi.
Pada kasus polip koanal juga sering dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila.

Pemeriksaan Radiologi

Foto polos sinus paranasal (posisi Waters, AP, Caldwell dan lateral) dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di dalam sinus, tetapi sebenarnya kurang bermafaat pada kasus polip nasi karena dapat memberikan kesan positif palsu atau negatif palsu, dan tidak dapat memberikan informasi mengenai keadaan dinding lateral hidung dan variasi anatomis di daerah kompleks ostio-meatal.

 Pemeriksaan tomografi komputer (TK, CT scan) sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks ostiomeatal. TK terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diobati dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi. Biasanya untuk tujuan penapisan dipakai potongan koronal, sedangkan pada polip yang rekuren diperlukan juga potongan aksial.

Penatalaksanaan

Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi ialah menghilangkan keluhan-keluhan yang dirasakan oleh pasien. Selain itu juga diusahakan agar frekuensi infeksi berkurang, mengurangi/menghilangkan keluhan pernapasan pada pasien yang disertai asma, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip.

Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi medikamentosa. Untuk polip stadium 1 dan 2, sebaiknya diberikan kortikosteroid intranasal selama 4-6 minggu. Bila reaksinya baik, pengobatan ini diteruskan sampai polip atau gejalanya hilang. Bila reaksinya terbatas atau tidak ada perbaikan maka diberikan juga kortikosteroid sistemik. Perlu diperhatikan bahwa kortikosteroid intranasal mungkin harganya mahal dan tidak terjangkau oleh sebagian pasien, sehingga dalam keadaan demikian langsung diberikan kortikosteroid oral. Dosis kortikosteroid saat ini belum ada ketentuan yang baku, pemberian masih secara empirik misalnya diberikan Prednison 30 mg per hari selama seminggu dilanjutkan dengan 15 mg per hari selama seminggu.

Menurut van Camp dan Clement dikutip dari Mygind dan, Lidholdt untuk polip dapat diberikan prednisolon dengan dosis total 570 mg yang dibagi dalam beberapa dosis, yaitu 60 mg/hari selama 4 hari, kemudian dilakukan tapering off 5 mg per hari. Menurut Naclerio pemberian kortikosteroid tidak boleh lebih dari 4 kali dalam setahun. 

Pemberian suntikan kortikosteroid intrapolip sekarang tidak dianjurkan lagi mengingat bahayanya dapat menyebabkan kebutaan akibat emboli. Kalau ada tanda-tanda infeksi harus diberikan juga antibiotik. Pemberian antibiotik pada kasus polip dengan sinusitis sekurang-kurangnya selama 10-14 hari.

Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang sangat masif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Terapi bedah yang dipilih tergantung dari luasnya penyakit (besarnya polip dan adanya sinusitis yang menyertainya), fasilitas alat yang tersedia dan kemampuan dokter yang menangani. Macamnya operasi mulai dari polipektomi intranasal menggunakan jerat (snare) kawat dan/ polipektomi intranasal dengan cunam (forseps) yang dapat dilakukan di ruang tindakan unit rawat jalan dengan analgesi lokal; etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk polip etmoid; operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila.

Yang terbaik ialah bila tersedia fasilitas endoskop maka dapat dilakukan tindakan endoskopi untuk polipektomi saja, atau disertai unsinektomi atau lebih luas lagi disertai pengangkatan bula etmoid sampai Bedah Sinus Endoskopik Fungsional lengkap. Alat mutakhir untuk membantu operasi polipektomi endoskopik ialah microdebrider (powered instrument) yaitu alat yang dapat menghancurkan dan mengisap jaringan polip sehingga operasi dapat berlangsung cepat dengan trauma yang minimal.

Untuk persiapan prabedah, sebaiknya lebih dulu diberikan antibiotik dan kortikosteroid untuk meredakan inflamasi sehingga pembengkakan dan perdarahan berkurang, dengan demikian lapang-pandang operasi lebih baik dan kemungkinan trauma dapat dihindari.

Pasca bedah perlu kontrol yang baik dan teratur mengunakan endoskop, dan telah terbukti bahwa pemberian kortikosteroid intranasal dapat menurunkan kekambuhan.

Posted by Nina Rusmayanti Rusli at 7:32 PM No comments:   Links to this post

Labels        : ARSIP THT
Reactions     :
OTITIS MEDIA (RADANG TELINGA TENGAH)

Otitis media  : peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum
mastoid dan sel-sel mastoid

Patogenesis :

Perubahan tekanan udara tiba-tiba, Alergi, Infeksi, Sumbatan (Sekret, tampon, tumor)-- menyebabkan Gangguan tuba -- Tekanan negative telinga tengah -- EFUSI -- bisa Sembuh/normal atau infeksi -- OME /OMA -- Sembuh/OME/OMSK

Klasifikasi :

1. OTITIS MEDIA SUPURATIF
Otitis Media Supuratif Akut (OMA)
Otitis Media Supuratif Kronis(OMSK)
2. OTITIS MEDIA NON SUPURATIF
Otitis Media Serosa Akut (barotrauma)
Otitis Media Serosa Kronis (glue ear)

OMA

Etiologi: Streptococcus hemoliticus, S aureus, Pneumococcus¸Hemofilus influenza, E coli, Pseudomonas aerugenosa

Perjalanan penyakitStadium Oklusi 
Patologi : tekanan berkurang, Efusi (+)
Gejala/tanda : Membrane timpani normal/keruhTerapi : Dekongestan, HCl efedrin 0,5%

Stadium Hiperemi

Patologi : Pembuluh darah melebar, Sekret eksudat/serosa,
Gejala/tanda: Membrane timpani hiperemi, edema
Terapi : Dekongestan, HCl efedrin 0,5%, antibiotic (ampisilin, eritromisin), analgetik

Stadium Supurasi

Patologi : Sel epitel superfisial hancur, eksudat purulen,
Gejala/tanda : Membrane timpani boomban (BULGING), demam, nyeri telinga sangat hebat, nadi meningkat
Terapi : antibiotic, analgetik, miringotomi


Stadium Perforasi

Patologi : Membrane timpani rupture
Gejala/tanda : Nanah keluar. Tidak gelisah lagi, demam berkurang
Terapi : Cuci telinga H2O2 3%, antibiotic

Stadium Resolusi

Patologi : Membrane timpani perlahan kembali normal
Gejala/tanda : Sekret berkurang -- kering. Gejala (-)
Terapi : Antibiotik

OMSK

peradangan kronis telinga tengah dan mastoid berlangsung lebih dari 2 bulan
membran timpani perforasi
sekret purulen hilang timbul (encer atau kental, bening atau berupa nanah)

Etiologi

1. Lingkungan
2. Genetik
3. Otitis media sebelumnya.
4. Infeksi
5. Autoimun
6. Alergi
7. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Faktor penyebab perforasi membran timpani menetap:
- Infeksi menetap pada telinga tengah mastoid -- produksi sekret berlanjut.
- obstruksi tuba eustachius berlanjut -- mengurangi penutupan spontan.
- penutupan spontan melalui mekanisme migrasi epitel -- kolesteatom.

Klasifikasi

Jenis Gejala/Tanda Terapi
Benigna

- tipe tenang : perforasi total yang kering dengan mukosa telinga tengah yang pucat, tuli konduktif ringan.Gejala lain yang dijumpai seperti :
vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga.
Terapi : tidak perlu pengobatan, jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga waktu mandi, dilarang berenang, segera berobat bila menderita ISNA.
Bila mungkin = operasi
rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti)
- tipe aktif : terdapat sekret pada telinga (bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen), tuli konduktif/campuran, otalgia, vertigo

Terapi : Membersihkan liang telinga dan kavum timpani. Pemberian antibiotika (topical + sistemik)
Maligna Perforasi marginal atau atik, sekret berupa mukus berkurang, tuli konduktif berat/campuran. otalgia, vertigo + kolesteatom (kantong retraksi bertumpuknya keratin)
- Abses atau fistel retroaurikular
- Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani -- bisa keluar darah.

- Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom)
Foto rontgen mastoid : gambaran kolesteatom.
Terapi : Operasi1.Mastoidektomi sederhana ( simple mastoidectomy)
2.Mastoidektomi radikal
3.Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4.Miringoplasti
5.Timpanoplasti
6.Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach tympanoplasty)

Komplikasi

A. Komplikasi ditelinga tengah :1. Perforasi persisten
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisis nervus fasial
B. Komplikasi telinga dalam
1. Fistel labirin
2. Labirinitis supuratif3. Tuli saraf ( sensorineural)
C. Komplikasi ekstradural
1. Abses ekstradural2. Trombosis sinus lateralis
3. Petrositis
D. Komplikasi ke susunan saraf pusat
1. Meningitis2. Abses otak
3. Hindrosefalus otitis

OME

Etiologi

bakteri, imunologis, alergi, virus, disfungsi tuba eustachi, obstruksi nasofaring, dll
Faktor predisposisi
- terganggunya fungsi tuba eustachius
- Adenoid hipertropi
- Adenoitis- Sumbing palatum (cleft palate)
- Tumor di nasofaring
- Barotrauma
- Sinusitis- Rhinitis
- Defisiensi imunologik atau metabolic

Patogenesis

gangguan fungsi tuba -- perbedaan tekanan hidrostatik -- transudat/ plasma keluar dari
pembuluh darah -- Serosa

Gejala klinis

- pendengaran berkurang
- rasa penuh pada telinga
- rasa tersumbat pada telinga
- suara sendiri terdengar lebih nyaring atau berbeda (diplacusis binauralis)- kadang terasa ada cairan yang bergerak dalam telinga saat posisi kepala berubah.
- Rasa sedikit nyeri dalam telinga
- Tinitus atau vertigo ringan
- Otoskopi: membran timpani retraksi, kadang tampak gelembung udara

Terapi

- Pengobatan diarahkan untuk memperbaiki ventilasi normal telinga tengah.
- banyak bisa sembuh sendiri dengan mengobati faktor predisposisi
- Jika OME menetap dan mulai bergejala, maka pengobatan medis mulai diindikasikan:
1. Antihistamin atau dekongestan2. Mukolitik.
3. Antibiotika (karena sering diikuti OMA)  dosis profilaksis
4. Kortikosteroid.
- Anak dengan OME persisten bilateral dan yang menderita kehilangan pendengaran selama lebih dari 3 bulan patut dipertimbangkan untuk dilakukan intervensi pembedahan. pilihan yang di anjurkan adalah miringotomi dan pemasangan tabung ventilasi (Grommet)

KOLESTEATOM

kista epitelial berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi tersebut dapat berasal dari kanalis auditoris externus atau membrana timpani. Apabila terbentuk terus menerus dapat menyebabkan terjadinya penumpukan sehingga menyebabkan kolesteatom bertambah besar-- bersifat desktruksif pada kranium yang dapat mengerosi dan menghancurkan struktur penting pada tulang temporal.

Patogenesis

1. Teori Invaginasi
timbul akibat terjadi proses invaginasi dari membrana timpani pars flacida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba.
2. Teori Imigrasi
terbentuk akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membrana timpani ke telinga tengah. Migrasi ini berperan penting dalam akumulasi debris keratin dan sel skuamosa dalam retraksi kantong dan perluasan kulit ke dalam telinga tengah melalui perforasi membran timpani.

3. Teori Metaplasi
akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama.

4. Teori Implantasi
akibat adanya implantasi epitel kulit secara iatrogenik ke dalam telinga tengah waktu operasi, setelah blust injury, pemasangan ventilasi tube atau setelah miringotomi.

Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk tumbuhnya kuman, yang paling sering adalah Pseudomonas aerogenusa. Pembesaran kolesteatom menjadi lebih cepat apabila sudah disertai infeksi, kolesteatom ini akan menekan dan mendesak organ di sekitarnya serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang.

Erosi tulang melalui dua mekanisme.

1. desakan atau tekanan yang mengakibatkan remodeling tulang atau nekrosis tulang.
2. aktivitas enzimatik tepi kolesteatom yang bersifat osteoklastik yang menyebabkan resorpsi tulang.

Klasifikasi

a.Kolesteatom Kongenital
membrana timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi. ditemukan pada daerah petrosus mastoid, cerebellopontin angle, anterior mesotimpanum atau pada daerah tepi tuba austachii, dan seringkali teridentifikasi pada usia 6 bulan hingga 5 tahun.
b. Kolesteatoma Akuisital

1. Primer

terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membrane timpani, akan tetapi telah terjadi retraksi membran timpani.
2. Kolestetoma Akuisital Sekunder
terbentuk setelah perforasi membran timpani. Terbentuk akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga /dari pinggir perforasi membrana timpani

Gejala Klinis

• Perforasi sentral (lubang terdapat di tengah-tengah gendang telinga) keluar nanah berbau busuk dari telinga tanpa disertai rasa nyeri. Bila terus menerus kambuh, akan terbentuk pertumbuhan menonjol (polip), yang berasal dari telinga tengah dan melalui lubang pada gendang telinga akan menonjol ke dalam saluran telinga luar.

• Pendengaran berkurang
• Perasaan penuh
• Pusing
Perasaan pusing atau kelemahan otot dapat terjadi di salah 1 sisi wajah atau sisi telinga yang terinfeksi.

Penatalaksanaan

a. Terapi Medikamentosa
b. Terapi pembedahan
Prosedur pembedahan meliputi:
• Canal Wall Down Procedure (CWD)
• Canal Wall Up Procedure (CWU)
• Trancanal Anterior Atticotomi
• Bondy Modified Radical Procedure

Komplikasi
Tuli Konduksi
Tuli sensorineural
Kehilangan pendengaran total
Paralisis fasialis
Fistula labyrinthin
abses periosteal, trombosis sinus lateral dan abses intrakranial
Komplikasi ke SSP : Meningitis, Abses otak, hidrosefalus otitis



Artikel Terkait:

Read more at http://lenterablogger.blogspot.com/2012/05/cara-buat-artikel-terkait-scroll-bar.html#O8DI5OjM5JsWXsFK.99

Tidak ada komentar:

Posting Komentar